Setiap sudut negeri tentulah berbeda,
kondisi geografis dan juga medan tempuh yang bisa dicapai juga
kadang
menjadi perbedaan, memisahkan antara kota dan desa, ibarat jurang
pemisah daratan dengan seberang. Momen hardiknas tentu saja membawa
harapan baru untuk duni pendidikan, tentu saja, harapan yang paling
penting adalah kesetaraan pendidikan.
Kesetaraan pendidikan bukan hanya
terletak pada materi pembelajarannya, melainkan juga teknik operasional
pendidikan yang menjadi alat untuk menunjang pendidikan. Alat bantu yang
menunjang pendidikan meliputi fasilitas pembelajaran baik
ekstrakurikuler maupun intrakurikuler, yang tentu saja akan ada kesamaan
antara pendidikan dikota dan pendidikan didesa.
Umumnya, orang-orang didesa ingin menimba
ilmu dikota, bukan hanya ingin belajar bagaimana keadaan dalam kota
melainkan teknik pelajaran dan sistem yang lebih baik. Fasilitas
pendidikan dikota lebih maju ketimbang yang ada didesa. Memang, kita
akui bahwa tentu saja berbeda antara pendidikan kota dan pendidikan
didesa, dan perbedaan itu sangat jelas bila dihitung 100%, pendidikan
kota lebih unggul 85 % ketimbang desa.
Ini menarik minat anak-anak desa untuk
belajar, demi memperoleh pendidikan maju, menguasai teknologi secara
baik, mempelajari ilmu pengetahuan secara global, dan juga tentu saja
didorong oleh keinginan merubah nasib.
Sah saja bila ada anak desa bersikeras
belajar dikota, tentu sebuah kebanggan bahwa anaknya akan menguasai
berbagai ilmu pengetahuan yang diterapkan oleh pendidikan perkotaan.
Bagi mereka yang mampu, tentu saja ini bukan masalah, mungkin membiayai
anaknya dari desa dipedalaman Gorontalo hingga Jakarta bukanlah masalah,
tetapi bagaimana dengan mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan?
Mungkin harapan akan untuk belajar lebih baik terkubur mati pada hayalan
saja.
Hal seperti ini, kadang menjadi pemicu
keputus-asaan anak-anak wajib sekolah berhenti sekolah, mengingat biaya
pendidikan dikota begitu tinggi. Harapan untuk merubah nasib pun
terhenti, akibatnya misi pendidikan tidak berjalan dengan baik, dan
tentu saja merupakan bagian dari kegagalan lembaga pendidikan.
Standar kelulusan kadang menjadi masalah
antara kota dan desa, terlebih lagi bila ditambah dengan soal ujian yang
dibuat serentak. Bisa jadi akan ada kecemburuan sosial antara mereka
yang belajar ditengah gudang ilmu ketimbang mereka yang belajar ditengah
sawah dan perkebunan.
Maka jangan heran, pendidikan dinegeri
kita hanya berputar ditempat, kebodohan terus masih merajalela,
pengangguran terus bertambah. Bagi saya, mengurangi pengangguran
bukanlah dengan cara menciptakan lapangan kerja, atau mengirimkan TKI
keluar negeri yang pada akhirnya menjadi tumbal keganasan majikan.
Bila ingin mengurangi pendidikan, menurut
pandangan saya, cukup hanya satu yang perlu dilakukan pemerintah, yaitu
peningkatan pendidikan, penyetaraan pendidikan antara kota dan desa,
juga keadilan pendidikan. Dengan kesetaraan pendidikan berarti membuka
pola pikir produktif masyarakat secara horisontal, tanpa harus dipacu
maka masyarakat pun akan berkreasi dengan pengetahuan yang mereka
miliki.
Masyarakat yang penuh kreasi umumnya
adalah mereka yang berpendidikan, mereka yang memahami bahwa ilmu bukan
untuk didiamkan dirumah, melainkan dimanfaatkan untuk bertahan hidup dan
mengisi pembangunan.
Lapangan akan tercipta dengan sendirinya
bila pendidikan merata dimasyarakat, pemerintah tidak kesulitan merekrut
CPNS yang lebih banyak, pemerintah tidak perlu membuka lahan baru untuk
dijadika transmigrasi, pemerintah tidak lagi membangun pabrik besar
untuk mengurangi pengangguran. Karena pada dasarnya, membangun pabrik
bukan jalan terbaik untuk mengatasi pengangguran, justru menciptakan
beban baru bagi masyarakat karena tidak semua yang dapat bekerja menjadi
buruh pabrik.
Kesetaraan ilmu pengetahuan antara kota
dan desa, akan membangkitkan ekonomi dan produktifitas masyarakat,
memiliki nilai jual yang lebih baik, juga memberi konstribusi
pembangunan melalui pajak penghasilan.
Tetapi, hal diatas tidak akan terjadi
apabila tidak ada kesetaraan pendidikan antara kota dan desa, masyarakat
desa tidak memiliki kesempatan untuk berkarya paling tidak memajukan
desanya, dan bukan tidak mungkin mereka akan menjadi penonton dan
konsumen abadi setiap perubahan yang mereka terima.
Harapan saya, semoga momen hardiknas,
akan membangkitkan kesadaran masyarakat, kesadaran pendidikan yang lebih
baik, kesadaran untuk memajukan daerah, kesadaran untuk memberi dan
berbagi pengetahuan. Pemerintah terus memperhatikan masalah pendidikan,
karena pendidikanlah yang merupakan kunci maju atau mundurnya sebuah
peradaban bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar